Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang
menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan,
kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena
kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang
harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya
tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar malu.
Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku. Aku ingin menjadi
yang terbaik, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam
keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah
dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak
semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah.
Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya mementingkan kebutuhan dan
keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat makanan untuk para karyawan
di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada suatu saat ibu datang ke
sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak
pulang ke rumah dan tidak menginap di rumahku. Karena rumah kumuh itu
membuatku muak, membuat kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat. Akan
kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah kesempurnaan itu.
Tepat
di saat istirahat, salah satu guru yang berpapasan denganku di kantin
sekolah memanggilku. "Andrian Novia Widyatmoko !" Kau kedatangan tamu!"
ucap guru yang berpapasan denganku itu. "Siapa Bu?" Lihat saja ke ruang
tamu sekolah!" Perintah guru itu segera kulaksanakan. Aku berjalan
melewati lorong-lorong kelas yang sedang ramai. Anak-anak sepantarku
sedang asyik-asyiknya menikmati hidup yang semu ini. Beberapa menit
kemudian sampailah aku di depan pintu ruang tamu sekolah. Kulihat sosok
wanita tua sedang duduk. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah
ibu ku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu.
"Andriiiiiii" Ibu memanggilku.
"Mau ngapain ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk mempermalukan aku!"
Beberapa anak-anak yang sedang berjalan di depan ruang tamu sekolah
melihat ke dalam ruangan yang menjadi neraka bagiku. Bentakkan dariku
membuat dirinya ingin segera bergegas pulang. Dan itulah memang yang
kuharapkan. Ibu pun bergegas keluar dari sekolahku.
Karena
kehadirannya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai beberapa
temanku berkata dan menanyakan. "ANDRI. IBU MU MATANYA SATU YAH?"Terasa
suntikan yang mematikan mendapat pertanyaan seperti itu, aku hanya
melewatinya dengan wajah sinis.
Beberapa bulan kemudian aku
lulus sekolah dan diterima di sebuah Institut Negeri di Singapura. Aku
mendapatkan beasiswa yang ku incar, kukejar dan aku ternyata berhasil
mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada pada orang-orang yang
sempat menghinaku. Aku berangkat pergi merantau ke Singapura tanpa
memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku
sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi
kemajuanku. Karena aku MALU.
Di Singapura, aku menjadi
mahasiswa terpopuler karena kepintaranku. Aku telah sukses dan pada
suatu saat aku menikah dengan seorang gadis Indonesia yang menetap di
Singapura. Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat
sukses. Tempat tinggalku sangat mewah, aku mempunyai satu anak perempuan
berusia tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku menjaminkan
nyawa untuk putriku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura,
belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan nyaris sama sekali
aku tak pernah memikirkan nasib ibuku. Ibu yang telah melahirkanku ke
dunia ini, membuatku berpijak di dunia. Sedikit pun aku tak rindu
padanya, aku tak mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku
sekarang.
Hingga pada suatu hari, putri sulungku sedang asyik
bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta dan
sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah Ibu, Ibuku datang
ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia mendapatkan ongkos.
Seketika saja Ibu ku usir. Dengan enteng aku mengatakan:
"HEY,
PERGILAH KAU. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!" Dan tanpa membalas perkataan
kasarku, Ibu lalu tersenyum, "MAAF KALAU BEGITU SAYA SALAH ALAMAT"
Tanpa merasa terhunus, aku masuk ke dalam rumah. Sempat istri
menanyakan siapa yang datang dan kumarahi, dan aku menjawab "PENGEMIS".
Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari
sekolah SMA ku, SMA N 1 BREBES. Aku pun datang untuk menghadirinya
dengan beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri.
Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin
menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses
ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang
sekarang ini. Satu hal yang kutakutkan, mereka menanyakan ibu ku yang
memalukan itu, karena matanya yang BUTA. Tapi untung saja tak ada
sepatah kalimat "IBU" yang menghantar padaku.
Reuni selesai.
Sebelum pulang ke Singapura, aku ingin melihat keadaan rumahku di desa
kecil bernama Pebatan. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah
untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan rumah
itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku sendiri
jijik melihatnya.
Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki
rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat rumah ini
begitu berantakan bak kapal pecah yang baru saja terjun dan berhamburan
ke tanah. Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu,
entahlah dia ke mana tapi aku merasa beruntung tak menemuinya. Bergegas
aku keluar dan tiba-tiba salah satu tetangga dekat rumahku mengenaliku.
"Andri? akhirnya kau datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia dua minggu yang lalu"
"OH…"
Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Tak tau mengapa tak
ada tetesan air mata. Jangakan tetesan air mata, sedikit rasa sedih saja
tak aku rasakan saat mendengar ibuku meninggal.
"Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu"
Ibu-ibu yang menghampiriku segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.
Untuk anakku Andri yang sangat Aku cintai,
Demi Tuhan yang menggenggam nyawaku, yang menguasai ruhku, yang
mencintaiku seperti aku mencintaimu walau kau sangat membenciku.
Anakku Andri, Ibu tahu kau akan datang ke acara Reuni yang diadakan
oleh sekolahmu. Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam
sehingga setiap doaku pada Tuhan pemilik arsy! Aku meminta ampunan
untukmu nak.
Asal kau tau saja Andrian anakku tersayang, mata
yang membuat mu malu ini ada di salah satu dari matamu. Waktu kau kecil,
kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayah tidak
terluka apa-apa sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega
anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku
berikan satu mataku ini untukmu.
Ya ….. salah satu matamu adalah mataku.
Kau melihat dengan mataku nak, dan aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Do'akanlah aku diterima di sisiNya. Saat aku menulis surat ini, aku yakin maut sudah mengetuk pintu kehidupanku.
Ibumu tercinta
Bak petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku
terdiam! tubuhku bergetar keras, air mataku sungguh tak kuasa ku
bendung. Ya Allah Ya Robb...............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar